desa ku

desa ku

Senin, 09 November 2015

desa ku UU no 6 th 2014

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa setidaknya membawa 5 (lima) perubahan mendasar. Pertama, inilah untuk pertama kalinya di sepanjang sejarah Republik Indonesia keragaman desa -- atau disebut dengan nama lain di seluruh pelosok negeri -- diakui keberadannya. Ke depan setidaknya akan dikenal apa yang disebut desa dan desa adat. Kedua jenis desa itu memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum, yang memiliki batas wilayah yang jelas, dan berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisionalnya. Pembedanya adalah dasar-dasar pembentukannya saja. Karena itu sistem kelembagaan di desa adat dapat menggunakan sistem kelembagaan adat yang memang dikenal dalam tradisi masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Perubahan mendasar kedua, alih-alih sebagai turunan dari otonomi daerah sebagaimana yang terjadi selama ini, berdasarkan prinsip rekognisi dan subdiaritas yang juga untuk pertama kalinya dianut dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, desa dan desa adat akan memiliki kewenangan yang jauh lebih luas dari waktu-waktu yang lalu. Pada desa adat misalnya, seturut Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012, salah satu hak asal-usul desa adat yang diakui adalah hak untuk mengatur dan mengurus wilayah adat kesatuan masyarakat hukum adat yang ditetapkan sebagai desa adat itu. Adapun kriteria yang digunakan untuk menetapkan suatu masyarakat hukum adat itu untuk menjadi suatu desa adat pun mengalami perubahan yang drastis: dari tradisi akumulatif (memenuhi kelima kriteria) menuju sistem yang fakultatif (cukup memenuhi 2 - 3 kriteria saja). Implikasi langsung dari kewenangan yang meluas ini adalah terjadinya konsolidasi program sektoral di tingkat desa dan desa adat ke dalam sistem keuangan desa. Secara kuantitatif jumlah uang yang akan masuk ke desa dan desa adat akan berlipat ganda dari apa yang pernah diterima desa selama ini. Tak terkecuali bagi desa adat yang untuk pertama kalinya sepanjang sejarah akan menjadi unit penerima anggaran Negara. Keempat, agar sumberdaya desa dan desa adat yang besar itu bisa optimal maka desa dan desa adat pun harus mampu merancang rencana pembangunan yang terintegrasi dengan sumber keuangan desa yang ada (one village, one planning, dan one budget). Termasuk mengintegrasikan perencanaan pembangunan desa itu (pendekatan 'desa membangun') dengan program pembangunan kawasan perdesaan (pendekatan 'membangun desa'). Dan terakhir, perubahan kelima, agar seluruh kegiatan di desa dan desa adat dapat berjalan secara transparan dan akuntabel, pada tataran kelembagaan desa, di samping keberadaan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa -- atau disebut dengan nama lain di desa adat -- diperkenalkan pula apa yang disebut sebagai Musyawarah Desa sebagai mekanisme pengambilan keputusan tertinggi, khususnya dalam pengambilan keputusan yang menyangkut persoalan-persoalan strategis, yang diikuti tidak saja oleh Pemerintah Desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa, tetapi juga (jika diperlukan melalui perwakilan) seluruh komponen warga masyarakat. Tidak terkecuali dari kelompok-kelompok rentan dan/atau marginal. Dengan kata lain, terjadi pula perluasan arena partisipasi (politik) warga desa dan desa adat dalam proses-proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, termasuk hak untuk memantau dan/atau memperoleh informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan itu. Meski begitu, berbagai perubahan mendasar itu bisa saja tidak akan berpengaruh signifikan pada kehidupan desa ke depan jika dalam pelaksanaannya tidak didukung oleh pengetahuan dan kesadaran kritis berbagai pihak. Terutama pengetahuan dan kesadaran kritis warga desa dan desa adat itu sendiri. Belum lagi, perubahan yang mendasar itu bukan tidak mungkin akan menghadapi sejumlah tantangan di tingkat lapangan. Oleh sebab itu sosialisasi keberadaan kebijakan ini ke berbagai pihak menjadi suatu keniscayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar