desa ku

desa ku

Senin, 08 Juni 2015

Dana Desa

JAKARTA - Dana desa yang mulai dikucurkan Pemerintah Pusat, sudah seyogyanya dapat membuat desa-desa di seluruh Tanah Air bisa berkembang dan maju. Termasuk desa yang terdapat di Kabupaten Barito Kuala (Batola), Kalimantan Selatan, yang belum lama ini melepaskan statusnya sebagai Kabupaten Tertinggal. "Saya percaya, desa-desa di Batola ini bisa menggunakan dana desa untuk kemakmuran masyarakat. Jangan ada penyimpangan atau penyelewengan dana desa, gunakan sesuai dengan kebutuhan dan hasil musyawarah desa. Sebab jika desa maju, daerah maju, dan Indonesia juga maju," kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDT&T) Marwan Ja'far dalam siaran persnya, Senin (4/5/2015). Marwan menjelaskan, dari Rp20 triliun dana desa yang dialokasikan Pemerintah Pusat tahun ini, desa di Batola mendapatkan alokasi sekitar Rp53 miliar. Jadi, jika dibagi rata ke 194 desa yang terdapat di Kabupeten ini, masing-masing mendapatkan sekitar Rp270juta. "Namun, tentu saja jumlah detilnya dana yang diterima setiap desa akan berbeda. Karena ada empat juklak yang menjadi dasar perhitungan, yakni jumlah penduduk, luas wilayah, kesulitan geografis, dan kemiskinan," tutur menteri asal PKB itu. Terkait munculnya banyak pertanyaan besaran dana desa yang masih relatif kecil, Marwan menjelaskan bahwa tahun ini alokasi anggaran pusat lebih difokuskan pada pembangunan infrastruktur di berbagai daerah. Kebijakan ini dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi agar disparitas antar daerah tidak terlalu jauh. "Tahun depan insya Allah besaran dana desa akan naik. Jika tahun ini di Rp20 triliun, tahun depan akan kami tingkatkan menjadi paling tidak Rp43 triliun, otomatis yang diterima setiap desa juga bertambah. Secara bertahap akan terus dinaikan setiap tahun sehingga kemudian sampai pada target setiap desa mendapatkan Rp1,4triliun," jelasnya. Dari Rp20 triliun dana desa dalam APBN 2015, lanjut Marwan, Provinsi Kalsel yang terdiri dari 11 kabupaten, mendapatkan alokasi dana desa sebesar Rp501miliar. Pengucuran dana desa ini akan dilakukan oleh ke Kementerian Keuangan dalam tiga tahap sepanjang tahun ini. Sementara, Bupati Batola Hasanuddin Murad berharap, Mendes tetap memperhatikan daerah yang dipimpinnya meski sudah keluar dari status Kabupaten Tertinggal. Sebab, Batola merupakan salah satu lumbung padi Kalsel. "Jadi kami ingin tetap diperhatikan dan diberi bantuan walaupun bukan lagi provinsi tertinggan," ujarnya. sumber: http://nasional.sindonews.com/read/997255/12/ada-dana-desa-di-indonesia-harus-maju-1430755568

Sasaran Pokok Pembangunan Desa

Adapun sasaran pokok pembangunan pedesaan adalah tercapainya kondisi ekonomi rakyat di pedesaan yang kukuh, dan mampu tumbuh secara mandiri dan berkelanjutan. Sasaran pembangunan pedesaan tersebut diupayakan secara bertahap dengan langkah: pertama, peningkatan kualitas tenaga kerja di pedesaan; kedua, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah desa; ketiga, penguatan lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat desa; keempat, pengembangan kemampuan sosial ekonomi masyarakat desa; kelima, pengembangan sarana dan prasarana pedesaan; dan keenam, pemantapan keterpaduan pembangunan desa berwawasan lingkungan. Salah satu misi yang diusung oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah membangun harmonisasi antara desa dalam kawasan perdesaan. Permasalahan yang mengakibatkan munculnya ketimpangan berbagai kutub perencanaan tersebut adalah rendahnya mutu proses dan mutu hasil perencanaan partisipatif

SDM #3: Strategi Penguatan Kelembagaan dan Organisasi Desa

Desa merupakan entitas penting dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberadaan desa telah ada sejak sebelum NKRI diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Pada konstitusi Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum tidak saja mengutamakan kesejahteraan rakyat juga meningkatkan menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Dalam rentang sejarah Indonesia, ada sejumlah perundang-undangan yang mengatur tentang desa. Pada era Orde Baru ada UU No 5 tahun 1979 tentang Pemerintah Desa. Pada awal era Reformasi, Undang-Undang itu dihapus karena dianggap menyeragamkan pemerintahan desa, baik nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerintahan desa. Penyeragaman tidak sesuai dengan situasi di Indonesia yang sangat bhineka dan mengakui dan menghormati hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa. Setelah UU No 5 tahun 1979, pengaturan tentang desa menjadi undang-undang pemerintah daerah seperti UU No 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang selanjutnya direvisi melalui UU No 32 tahun 2002 tentang Pemerintah Daerah. Meski pengaturan tentang desa telah melalui dua kali UU baru, tapi sebagian besar watak, perilaku, dan cara kerja pemerintah desa masih sama seperti UU No 5 tahun 1979 akibat minimnya literasi tentang produk perundang-undangan. Alih-alih, penataan desa semakin baik, kondisi desa justru semakin terpuruk karena pemerintah desa lebih mementingkan kerja perbantuan pemerintah supradesa dibanding membangun tata kelola desa yang lebih demokratis. Berdasar pengalaman di atas, upaya untuk memberikan pemahaman atas nilai dasar dan esensi Undang-undang Desa menjadi penting. Perjuangan masyarakat desa dalam mendorong adanya kebijakan tata kelola desa yang baik sudah tercapai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-undang tersebut akan menjadi rujukan bagi seluruh elemen, baik pemerintah maupun masyarakat, dalam pengelolaan desa. Pembangunan Masyarakat Desa pada dasarnya adalah bertujuan untuk mencapai suatu keadaan pertumbuhan dan peningkatan untuk jangka panjang dan sifat peningkatan akan lebih bersifat kualitatif terhadap pola hidup warga masyarakat, yaitu pola yang dapat mempengaruhi perkembangan aspek mental (jiwa), fisik (raga), intelegensia (kecerdasan) dan kesadaran bermasyarakat dan bernegara. Akan tetapi pencapaian objektif dan target pembangunan desa pada dasarnya banyak ditentukan oleh mekanisme dan struktur yang dipakai sebagai sistem pembangunan desa. Minimnya desa mengelola dana pembangunan tak lepas dari cara pandang pemerintah tentang desa. Pemerintah meragukan kemampuan pemerintah desa dalam mengelola keuangan, kegiatan pelatihan, karena selama ini ternyata memang peran masyarakat desa dalam melakukan kegiatan pelatihan masih bersifat sebagai obyek, model dan materi pelatihan semua diberikan dari atas, seolah ini menjadi kebutuhan warga desa. Adapun sasaran pokok pembangunan pedesaan adalah tercapainya kondisi ekonomi rakyat di pedesaan yang kukuh, dan mampu tumbuh secara mandiri dan berkelanjutan. Sasaran pembangunan pedesaan tersebut diupayakan secara bertahap dengan langkah: pertama, peningkatan kualitas tenaga kerja di pedesaan; kedua, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah desa; ketiga, penguatan lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat desa; keempat, pengembangan kemampuan sosial ekonomi masyarakat desa; kelima, pengembangan sarana dan prasarana pedesaan; dan keenam, pemantapan keterpaduan pembangunan desa berwawasan lingkungan. Salah satu misi yang diusung oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah membangun harmonisasi antara desa dalam kawasan perdesaan. Permasalahan yang mengakibatkan munculnya ketimpangan berbagai kutub perencanaan tersebut adalah rendahnya mutu proses dan mutu hasil perencanaan partisipatif. Disamping itu, hasil-hasil perencanaan partisipatif belum mampu dikanalisasi untuk mewarnai hasil perencanaan teknokratis dan perencanaan politis. Berangkat dari kenyataan tersebut diatas, maka paguyuban beberapa desa ingin mencoba terobosan baru dengan upaya memperkuat proses perencanaan partisipatif untuk memperkuat perangkat desa dalam meningkatkan kualitasnya dalam menyonsong pelaksanaan Undan-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mencapai kesejahteraannya dan menjadi desa yang berkualitas. sumber http://desamembangun.or.id/2014/03/sdm-3-strategi-penguatan-kelembagaan-dan-organisasi-desa/

Membangun Desa Maju Menjadi Unggulan

Menjadi sebuah desa unggulan atau kelurahan maju di wilayah penduduk merupakan dambaan masyarakat penghuni daerah tersebut. Apalagi bila kita mengacu pada pembangunan di luar negeri yang masyarakatnya maju dalam segala bidang, ini merupakan impian kita semuanya penduduk Indonesia. Lalu bagaimana cara membangun desa tertinggal? hal ini menjadi pertanyaan kasik yang semestinya dijawab dengan teori rumus strategi. Pada ilmu manajemen administrasi perkotaan ada beberapa alat manajemen strategi yang ada, kita mengenalnya dengan istilah analisis SWOT (strenght, weakness, opportunity, and Threat). Analisis SWOT merupakan teori paling mudah digunakan terutama untuk sektor publik/non profit. Akan tetapi ada rumusan umum yang dapat dipakai. Langkah pertama adalah meningkatkan skill para generasi muda. Banyak diantara pemuda desa kami yang tidak melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi karena biayanya yang tinggi. Oleh sebab itu sebaiknya akses ke sekolah menengah kejuruan dipermudah. Hal itu agar setelah mereka mendapatkan keterampilan yang memadai, pekerjaan akan mudah mereka dapatkan, bahkan mereka ciptakan sendiri. Cara ini sukses bagi sebagian orang. Hanya saja tidak banyak yang benar-benar bekerja sesuai dengan latar pendidikannya tersebut di desa. Pendidikan vokasi tidak bisa berjalan sendiri. Oleh karena itu perlu infrastruktur yang memadai seperti pembangunan jalan yang layak dan pembangunan jaringan teknologi informasi. Kemajuan suatu daerah berbanding lurus dengan kecepatan mobilitas barang/jasa dan mobilitas data/informasi. Rendahnya infrastruktur ini tak jarang membuat investor asing frustasi dan akhirnya menarik investasinya ke negeri tetangga yang infrastrukturnya lebih baik. Hal itu karena infrastruktur yang rendah akan mempertinggi biaya produksi. Pemborosan produksi misalnya saja dapat terjadi karena truk yang mengangkut bahan baku terjebak kemacetan di jalan. Biaya untuk membayar jalan tol sangat jauh lebih sedikit daripada biaya yang ditanggung akibat penundaan produksi. Di desa kami, tidak ada saluran irigasi. Ketika musim kemarau seperti ini, petani tidak dapat menggarap sawah dan/atau ladangnya. Pembangunan irigasi ini sangat diperlukan. Dalam hal pemasaran sangat diperlukan pengelolaan informasi yang lebih efektif serta efesien, untuk itu perlu dibangun sebuah sistem informasi pedesaan. Sistem informasi ini semestinya terhubung dengan dinas-dinas yang ada di pusat daerah. Tujuannya adalah untuk memberikan informasi terkait kondisi real yang terjadi di sebuah desa sehingga Pemda dapat mengambil keputusan yang tepat dan tepat. Sebagai contoh adalah saat informasi kerusakan jalan. Kelurahan/desa dapat langsung menginformasikan kerusakan tersebut langsung ke dinas pekerjaan umum. Contoh lain adalah saat kejadian luar biasa seperti merebaknya kasus DBD dengan cepat di suatu desa. Perangkat desa dapat memberikan informasi kepada puskesmas dan dinas kesehatan untuk menanganinya dengan cepat. Informasi yang disampaikan tersebut bersifat komprehensif alias tidak sepotong-sepotong untuk pengambilan keputusan yang tepat. Lebih lanjut, Febrian Wahyu Hersanto dalam proposalnya yang berjudul “Grand Design Bright Care” mengatakan bahwa untuk membangun sebuah desa ada empat langkah yang bisa dilakukan yakni “one village one product, one village one foster, one village one clinic, one village one system information”. Satu desa berbasis produk, satu desa lain berbasis kesehatan, dan satu desa lainnya berbasis informasi. Pendidikan vokasi adalah langkah awal yang cukup mudah. Namun yang perlu diingat adalah tidak semua penduduk desa ingin mengambil sekolah kejuruan. Beberapa diantaranya ingin menempuh pendidikan tinggi, akan tetapi, orangtua mereka tidak mampu.Oleh karena itu perlu gerakan orang tua asuh seperti jaman orde baru. Selain itu perlu diversifikasi agar banyak orang dapat terlibat di dalamnya yakni membuat yayasan/foundation. Program “one village, one foster” adalah salah satu implementasi program tersebut. Melalui teori “One village, one product” merupakan cara pembangunan desa yang telah dilakukan di Thailand oleh Thaksin Sinawatra beberapa waktu silam. Dengan cara ini membuat pola sebuah desa untuk mengembangkan sebuah produk yang unggul secara kualitas dan terpenuhi kuantitasnya berdasarkan kebutuhan pasar yang ada, dan tidak ada persaingan harga pasaran terbaru dalam bursa penjualan barang. Strategi ini adalah menunjang pertumbuhan industri pariwisata di sana. Sebagaimana kita tahu, Industri pariwisata di Thailand maju pesat meski jumlah obyek wisatanya tidak sebanyak Indonesia. Model “one village one produk” mempermudah setiap rumah tangga industri untuk bekerjasama dengan rumah tangga industri lain jika mereka kekurangan bahan baku, peralatan, bahkan pekerja .Ini adalah salah satu cara mempertahankan competitive advantage kolektif untuk meraih ‘kemenangan bersama’. Dalam bidang pengelolaan kesehatan, perlu dibangun unsur pembangunan manusia yang direpresentasikan dalam Human Development Indeks (HDI). Telah disebutkan dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.Oleh karena itu pembangunan kesehatan juga harus lebih diarahkan ke desa dengan bentuk program kuratif maupun preventif. Pembangunan kesehatan yang preventif adalah seperti penyuluhan kesehatan secara kontinu dan berkesinambungan. Tanpa keduanya penyuluhan tidak akan efektif. Pembangunan kesehatan yang kuratif dengan pengadaan satu klinik untuk satu desa (one village, one clinic). Sekarang setiap desa banyak yang sudah memiliki polindes atau puskesmas pembantu. Akan tetapi akses ke dokter umum pun masih harus ke kecamatan. Bahkan akses ke dokter spesialis pun masih harus ke kota kabupaten. Kedepannya perlu kebijakan untuk memperluas sebaran para dokter tersebut agar lebih merata. Dengan pembangunan desa, berarti masalah makro ekonomi dalam jangka menengah maupun panjang dapat diselesaikan. Selain dari itu, tujuan otonomi daerah akan tercapai. Pada akhirnya pertumbuhan ekonomi yang optimal dan berkesinambungan akan tercapai untuk sebesar-besarnya kesejahteraan Indonesia. Mudah-mudahan wilayah desa / kelurahan kita semakin unggul dan maju dengan memanfaatkan beberapa teori yang ada di atas. sumber: http://orangciakar.blogspot.com/2014/02/membangun-desa-maju-menjadi-unggulan.html

Kemiskinan

I. Penduduk Miskin Konsep : Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Sumber Data : Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor. II. Garis Kemiskinan (GK) Konsep: Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll) Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan. Sumber Data : Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor. Rumus Penghitungan : GK = GKM + GKNM GK = Garis Kemiskinan GKM = Garis Kemiskinan Makanan GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan Teknik penghitungan GKM Tahap pertama adalah menentukan kelompok referensi (reference populaion) yaitu 20 persen penduduk yang berada diatas Garis Kemiskinan Sementara (GKS). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk kelas marginal. GKS dihitung berdasar GK periode sebelumnya yang di-inflate dengan inflasi umum (IHK). Dari penduduk referensi ini kemudian dihitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM). Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Patokan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut. Formula dasar dalam menghitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah : Dimana : GKMj = Gris Kemiskinan Makanan daerah j (sebelum disetarakan menjadi 2100 kilokalori). Pjk = Harga komoditi k di daerah j. Qjk = Rata-rata kuantitas komoditi k yang dikonsumsi di daerah j. Vjk = Nilai pengeluaran untuk konsumsi komoditi k di daerah j. j = Daerah (perkotaan atau pedesaan) Selanjutnya GKMj tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori dengan mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut daerah j dari penduduk referensi, sehingga : Dimana : Kjk = Kalori dari komoditi k di daerah j HKj = Harga rata-rata kalori di daerah j Dimana : Fj = Kebutuhan minimum makanan di daerah j, yaitu yang menghasilkan energi setara dengan 2100 kilokalori/kapita/hari. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dsan kesehatan. Pemilihan jenis barang dan jasa non makanan mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk. Pada periode sebelum tahun 1993 terdiri dari 14 komoditi di perkotaan dan 12 komoditi di pedesaan. Sejak tahun 1998 terdiri dari 27 sub kelompok (51 jenis komoditi) di perkotaan dan 25 sub kelompok (47 jenis komoditi) di pedesaan. Nilai kebutuhan minimum perkomoditi /sub-kelompok non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok tersebut terhadap total pengeluaran komoditi/sub-kelompok yang tercatat dalam data Susenas modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKP 2004), yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per komoditi non-makanan yang lebih rinci dibanding data Susenas Modul Konsumsi. Nilai kebutuhan minimum non makanan secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut : Dimana: NFp = Pengeluaran minimun non-makanan atau garis kemiskinan non makanan daerah p (GKNMp). Vi = Nilai pengeluaran per komoditi/sub-kelompok non-makanan daerah p (dari Susenas modul konsumsi). ri = Rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok non-makanan menurut daerah (hasil SPPKD 2004). i = Jenis komoditi non-makanan terpilih di daerah p. p = Daerah (perkotaan atau pedesaan). III. Persentase Penduduk Miskin Konsep : Head Count Index (HCI-P0), adalah persentase penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan (GK). Sumber Data : Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor. Rumus Penghitungan : Dimana : α = 0 z = garis kemiskinan. yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. n = jumlah penduduk. IV. Indeks Kedalaman Kemiskinan Konsep : Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1), merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran pesuduk dari garis kemiskinan. Sumber Data : Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor. Rumus Penghitungan : Dimana : α = 1 z = garis kemiskinan. yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. n = jumlah penduduk. V. Indeks Keparahan Kemiskinan Konsep : Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Sumber Data : Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor. Rumus Penghitungan : Dimana : α = 2 z = garis kemiskinan. yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. n = jumlah penduduk.

Kecamatan Sandaran Kutim

Sandaran adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, Indonesia. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, penduduk Sandaran berjumlah 6.503 jiwa dengan rincian 3.549 jiwa laki-laki dan 2.954 jiwa perempuan dan rasio jenis kelamin sebesar 113. atas-batas wilayah kecamatan Sandaran adalah sebagai berikut: Utara : Kabupaten Berau Selatan : Selat Makassar Barat : Kecamatan Sangkulirang Timur : Laut Sulawesi
Kelahiran Desa Susuk 25 Desember Alamat Desa Susuk Luar/Desa Susuk Tengah

Desa Susuk Belum menjadi Desa yang maju

Desa Susuk Luar dan desa Susuk Tengah, Semangat Otonomi Daerah setelah berjalan sudah lebih dari 10 tahun usianya, namun yang namanya desa susuk belum merasakan dengan maksimal arti dari otonomi daerah tersebut. Desa ini lumayan jauh dari Ibu kota Kabupaten Jaraknya sekitar 400 an KM dari kota Sangatta, desa ini di wilayah Kecamatan Sandaran Kutim, dalam masanya dulu desa ini disebut desa tertinggal. MENYEDIHKAN, saya sebagai bagian warga desa ini merasa sangat terpukul dengan istilah nama tersebut, tapi benar kenyataannya desa ini seakan-akan tidak pernah bangun dari identitas desa tertinggal tersebut. Kapan ? sebuah pertanyaan yang lemah dijawab, belum tahu kapan, berapa kali Bupati Berapa kali Camat berganti desa ini sebegitunya aja. klo penasaran selamat berkunjung melihat langsung desa ini Salam kami warga desa yg ingin maju.
Assalamu'alaikum salam kepada seluruh masyarakat bahwa blog ini hadir untuk menyampaikan info tentang Desa yang berada di wilayah kecamatan Sandaran Kutai Timur.